Jumat, 09 Juli 2010

MOS

Masa Orientasi Sekolah

Dalam waktu seminggu ini ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Sesuatu itu tidak lain dan tidak bukan adalah mengenai suatu masa–umumnya 3 hari–yang umum terjadi di setiap SMP maupun SMA, yaitu Masa Orientasi Sekolah (sebagian menyebutnya Masa Orientasi Siswa) yang lebih akrab dikenal dengan sebutan MOS. Semua yang pernah sekolah saya yakin tentu sudah tak asing dengan nama ini, dan beberapa orang mungkin mengenal istilah ini dengan nama ospek, posma, atau nama-nama lainnya. Tapi akhir-akhir ini rasanya nama yang lebih “gaul” adalah MOS.

Seakan-akan sudah menjadi tradisi, yang namanya MOS pasti siswa-siswinya cukup dibatasi dalam hal penampilan. Yang merasa laki-laki rambutnya harus dicukur hingga sangat tipis, dan yang merasa perempuan rambutnya harus dikepang. Dan, tentunya, jika tak mau dianggap beda sendiri sok jagoan, pakaian harus dijaga agar tetap rapi. Ya, sampai sini kelihatannya masih terdengar bagus… tapi tidak setelah yang namanya para veteran perang para senior mulai mengambil peran, sampai-sampai melenceng dari nama acaranya itu sendiri.

Dalam acara yang namanya MOS ini, tidak seru kalau tidak ada senior yang ambil bagian, terutama yang berpangkat OSIS. Oke lah, kalau sekedar berkenalan dengan para kakak yang ingin dianggap hebat atau meminta tanda tangan para OSIS dengan cara yang normal masih bisa ditolerir. Tapi bagaimana kalau sudah sampai membuat orang kesal atau bahkan menangis karena bentakan-bentakan yang terdengar seperti memanggil teman-teman hewannya di hutan keras atau karena menyuruh menjawab pertanyaan mengesalkan yang sebenarnya tidak perlu dijawab ?

Kalau sudah begitu, maka sebenarnya itu sudah melenceng jauh sekali dari konsep awalnya–atau kalau ngga mengerti konsep awalnya apa, dari judul acaranya. Tindak-tindak senioritas yang keras itu mungkin dimaksud untuk mendisiplinkan murid baru, dengan datang pada dini hari, diberikan kegiatan iseng kurang kerjaan pengarahan dan disisipi kegiatan pembelajaran, kemudian pulang pada sore hari. Tapi mungkin karena terlalu disiplin sampai-sampai mereka melupakan pengertian judul acaranya.

Seperti yang sudah disebutkan diatas, MOS itu berarti Masa Orientasi Sekolah. Tapi nyatanya, pengorientasian yang seharusnya memberikan letak-letak ruangan yang ada di sekolah, peraturan-peraturan yang ada, dan hal-hal penting lainnya justru sering dilupakan. Yang ada biasanya hanyalah tindakan sewenang-wenang para OSIS–meski tetap diawasi guru–terhadap para junior. Kalau sudah seperti itu, maka nama lengkap MOS seharusnya diganti menjadi Masa Otoritas Senior, karena pada masa itu senior ‘bebas’ memperlakukan juniornya. Belum lagi jika ada para senior selain OSIS yang menertawakan atau menyoraki juniornya disiksa didisiplinkan oleh yang berwajib dan tidak dipedulikan oleh para guru.

Jadi nama Masa Orientasi Sekolah itu memang sudah tidak relevan lagi jika yang diterapkan adalah sistem yang seperti itu, kecuali jika sekolahnya memang menganut faham IPDNisme. Dan apakah yang bisa didapat dari acara ini? Bisa dibilang, hanya untuk memberikan didikan kepada para junior agar memperlakukan juniornya perlakuan yang sama di kemudian hari. Karena pada kenyataannya MOS sama sekali tidak membuat para siswa-siswi datang tepat waktu di kemudian hari, MOS juga tidak membuat para pendatang baru itu benar-benar patuh kepada senior layaknya loyalitas sebagian bangsa Jerman terhadap Adolf Hitler kala itu.

Sebaliknya, tekanan yang keras dari pihak senior tersebut justru menimbulkan keinginan para pendatang baru tersebut untuk mencari mangsa orang yang lebih lemah dari mereka agar bisa ditekan, apalagi jika mereka sama buasnya tegasnya dengan senior mereka–bagaikan mengajak untuk menjadi penerus mereka–yang mana hal ini ternyata sesuai dengan teori sosionomik yang sempat diaplikasikan sebagai penyebab dimulainya Perang Dunia II oleh Jerman. Akhirnya, jika tak ada kesadaran dari junior-junior setelahnya, apalagi dengan adanya argumen mutakhir yang menyatakan bahwa hal ini merupakan “tradisi”, maka siklus ini kelihatannya akan terus berputar seperti lingkaran setan.

Kesimpulan akhirnya, sebaiknya istilah MOS direvisi kembali sebelum jadi salah kaprah seperti USB. Kalau masih mau tetap punya nama lengkap Masa Orientasi Sekolah, revisi kembali agenda ketegasan para senior, berikan pengenalan pada lingkungan sekolah itu sendiri. Tunjukkan juga seperti apa ’sifat’ sekolahnya, apakah agamis atau memang seperti IPDN? Jika masih mau berpegang teguh pada agenda, sebaiknya ganti saja nama lengkapnya jadi Masa Otoritas Senior. Jadi lebih jelas kan apa MOS itu, daripada menyesatkan para murid baru?

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com